Rabu, Februari 11, 2009

Cinta atau Nafsu ?

"Cinta sejati itu seperti hantu, yang dibicarakan setiap orang, tapi sedikit yang pernah melihatnya." -Francois de La Rochefoucauld-

Cinta. Satu kata, 2 suku kata, 5 huruf. Kalau dilihat begitu aja kayaknya enggak ada spesial-spesialnya. Simpel tapi besar artinya buat alam ini.

Mau enggak mau kita harus mengakui kalau cinta itu punya pengaruh besar buat setiap makhluk di alam raya ini. Cinta yang paing purba yang mungkin dikenal manusia adalah rasa cinta diri sendiri. Cinta atas apa yang diberikan Tuhan pada manusia dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Merawat diri sendiri, kemauan ingin sembuh, dan kemauan ingin berubah adalah beberapa contoh konkret rasa cinta diri.

Sebagai makhluk sosial manusia mengungkapkan rasa cintanya kepada banyak hal. Cinta yang paling simpel adalah cinta manusia terhadap orang-orang yang dikenal. Tanpa cinta ini tidak mungkin ada tenggang rasa, hormat, dan penghargaan terhadap sesama manusia. Dengan rasa cinta ini pula manusia bisa hidup berdampingan dengan manusia lain.

Lebih spesifik lagi manusia akhirnya bisa mencintai alam dan lingkungan, cinta terhadap benda, cinta terhadap suatu keadaan, cinta negara dan bangsa, atau tertarik terhadap lawan jenis. Karya-karya seni yang dinilai hebat berasal dari rasa cinta senimannya yang dituangkan ke dalam karyanya. Kemerdekaan Indonesia pun merupakan buah dari rasa cinta akan bangsa dan negara serta rasa cinta akan kemerdekaan yang diwujudkan dalam perjuangan untuk mencapai kemerdekaan. Manusia bahkan rela berkorban nyawa demi apa yang dicintai dan diperjuangkannya itu.

Cinta berupa ketertarikan manusia akan lawan jenisnya membutuhkan lebih dari sekedar rasa hormat atau kekaguman, cinta yang satu ini lebih bersifat posesif dan menuntut komitmen masing-masing pihak. Rasa cinta ini pula yang digunakan sebagai fundamen bagi manusia untuk memulai tahap baru dalam kehidupannya. Sayangnya cinta akan lawan jenis ini sering disalah artikan oleh manusia di muka Bumi ini.

Sekarang cinta ini terlalu bersifat sekuler dan duniawi. Cinta pada masa ini sering disama artikan dengan nafsu. Posesif, menggebu-gebu, perfeksionis, dan pragmatis. "Nafsu dengan selubung nama cinta" jadi komoditi yang laris di pasaran. Nafsu diumbar di mana-mana tanpa rasa malu. Seakan-akan dunia ini cuma diisi oleh urusan asmara.

Nafsu diumbar di mana-mana. Di televisi, setiap hari kita disuguhi tayangan roman nafsu cengeng duniawi yang menjemukan. Perselingkuhan, rasa posesif yang berlebihan, dan menunjukkan keintiman yang ekstrim diumbar dan jadi bahan tontonan yang dinilai mengasyikkan dan komersil. Infotaiment yang mengobok-obok privasi dan memberitakan affair dan kisah asmara kaum jetset, tayangan yang berkedok "investigasi masalah cinta" demi nafsu posesif sesaat. Masyarakat terbuai dengan lagu-lagu cinta yang isinya sama sekali tidak rasional dan terlalu mengada-ada.

Berdua-duaan di tempat sepi atau di tempat umum sambil mengumbar keintiman seakan-akan jadi hal lumrah. Dunia ini serasa jadi milik berdua, orang lain cuma numpang hidup. Masyarakat pun seakan melegalkan hal-hal tabu macam ini. Yang selalu saya takutkan apabila "nafsu berselubung nama cinta" ini sudah terlalu jauh implikasinya terhadap kehidupan bangsa ini.

"Apa enggak ada cara lain buat nunjukin rasa cinta?", pertanyaan inilah yang selalu berkecamuk di dengkul saya. Harap maklum, saya enggak pernah mikir pakai kepala. Saya mikir pakai dengkul. Pakai lutut. Yang buat saya heran, kenapa manusia lain yang lebih berakal dan lebih mampu dari saya enggak berusaha merubah keadaan.

"Permulaan cinta adalah membiarkan orang yang kita cintai menjadi diri mereka sepenuhnya, dan tidak mengubah mereka untuk menjadi seperti yang kita bayangkan. Jika tidak begitu, kita hanya mencintai cerminan diri kita yang ditemukan dalam diri mereka."

Kutipan dari Thomas Merton di atas sepertinya sudah memberi saya sedikit pencerahan atas apa yang namanya "cinta" itu. Cinta sungguh sangat berbeda dengan nafsu. Nafsu merupakan 100% produk daging, buah dari nilai-nilai duniawi atas hasrat dan kemauan manusia. Akan tetapi menurut saya, cinta adalah rasa hormat dan penghargaan makhluk hidup terhadap apa yang ada di lingkungannya atas dasar rasa dan akal yang rasional yang diikuti kemauan untuk mengerti apa yang dicintainya itu. Posesif dan perfeksionis memang jadi tabiat manusia sejak pertama diciptakan. Akan tetapi kalau kedua hal tersebut terlalu mempengaruhi "cinta" kita, yang timbul nantinya adalah nafsu.

Tentunya kita tidak mau menjadikan orang lain jadi bayangan cermin kita kan. Dan pastinya kita tidak mau kan jadi bayangan cermin orang lain. Jadi, berilah cinta yang rasional, proporsional, dan tak terbatas. Tunjukkan cinta anda pada orang yang ada di dekat anda, di sekitar anda, lingkungan sekitar, dan coba cintailah orang yang membenci anda.

Karena saya yakin cinta itu tidak ada batasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

tinggalkan komen di sini

apapun yang kamu tinggalkan

bisa jadi sumber inspirasi baru buat saya