Senin, Februari 02, 2009

Mabuk Demokrasi Palsu

Pemilu udah sebentar lagi. Parpol udah pasang ancang-ancang. Seribu satu cara rasanya jadi "halal" asal dapet posisi enak di Senayan. Pasang iklan di sana-sini, jelek pula. Enggak ada seninya sedikit pun! Jangankan saya bisa liat pop art di iklan, dengerin kata-kata yang "enak" didenger aja enggak.

Ngotor-ngotorin kota pake spanduk dan selebaran yang ditempel di sana-sini. Sampe-sampe pohon juga pada dipaku buat masang bendera parpol. Kalo pohon tercipta bisa bicara, mungkin pohon yang dipaku tadi udah menjerit-jerit. Orang-orang parpol yang selama lima tahun ini adem ayem nganggur, ongkang-ongkang kaki, ikut absen ato ikut rapat, dikasih sangu dan akhirnya tidur di ruang sidang itu rasa-rasanya jadi keliatan sibuk. Yang milih capres lah, yang milih caleg lah, capek.

Iklannya semuanya sama, mengagungkan dirinya sendiri. Titik. Kayaknya para caleg jadi ketularan sindrom narsis musiman. Hehe, jadi inget musim foto miring-miring di FS.

Konvensi yang diadain buat milih capres sama cawapres di Indonesia juga sama-sama jadi ajang pembodohan publik besar-besaran. Kalo di Amerika sono, yang namanya konvensi ya seleksi bener-bener buat milih orang yang tepat buat jadi wakil ato pemimpin. Pesertanya bener-bener berjuang dari bawah. Keluarga Kennedy, George W. Bush, dan Hillary Clinton yang notabene anggota keluarga dari presiden aja harus ikut konvensi dari bawah bareng sama peserta yang lain dan enggak dianggap lebih spesial. Presiden AS Barack Husein Obama juga harus berjuang dari level "grassroot" alias akar rumput baru bisa jadi presiden. Dan yang paling penting mereka lulus kuliah dengan nilai yang membanggakan dan tanpa dicampuri pengaruh dan kekuasaan para ortu mereka dan enggak malu track recordnya dibeber di depan pemilih dan lawannya. Kalo menang, lawan politiknya diundang di pesta perayaannya dan yang kalah juga berbesar hati, enggak main nuntut sana-sini. Siap menang dan siap kalah.

Kalo di Indonesia? 180 derajatnya deh! Cuman namanya aja yang konvensi. Yang ikut? Muka-muka lama yang haus kekuasaan dan hormat, yang ogah jatuh miskin, yang ogah ninggalin kursi empuk. Yang ikut yaa orang itu-itu doang dan bisa ditebak, yaa temennya, yaa istrinya, yaa suaminya, yaa anaknya, yaa iparnya, yaa cucunya, yaa tetangganya, pokoknya keliatan banget deh. Track record enggak jelas, kalo dibeber masa lalunya jengkel. Saling hina sana-sini tanpa ngasih solusi konkret dan bisanya cuman ngomong. Kalo menang lupa sama janjinya, kalo kalah ngambek kayak anak kecil dan enggak sudi diundang, even at perayaan hari kemerdekaan tanggal 17 Agustus.

Yang enggak jadi pemerintah cuman bisa bilang pemerintah enggak becus, padahal mereka yang koar-koar sana-sini juga enggak berbuat apa-apa buat negeri ini. Enggak pernah keliatan selama 4 tahun belakangan. Pemerintah juga cuman bisa berkelit. Sama-sama enggak bisa dipercaya.

Ah, capek. Saya muak sama demokrasi palsu ala negeri Indonesia.

1 komentar:

tinggalkan komen di sini

apapun yang kamu tinggalkan

bisa jadi sumber inspirasi baru buat saya